Rabu, 03 Desember 2014

Bahaya Tidur Terlalu Lama

Tidur adalah kebutuhan utama manusia. Oleh karena itu, hidup sehat tidak hanya perkara memakan makanan bergizi dan berolahraga secara teratur. Anda pun harus menyeimbangkan aktivitas dengan jam tidur yang cukup.
Meski tidur terlihat sebagai hal yang mudah, namun tak sedikit orang yang justru susah tidur atau malah terlalu banyak tidur. Padahal, menurut Wayne H. Giles, MD, MS., dari National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, “Cukup tidur adalah keharusan karena merupakan salah satu ciri tubuh yang sehat.”
Menurut penelitian penyebab seseorang tidur terlalu lama adalah:
  1. Depresi. 
  2. Hypersomnia atau kondisi di mana seseorang sangat mengantuk sepanjang hari. 
  3. Sleep apnea atau gangguan berupa nafas mendadak berhenti saat tidur sehingga mengganggu siklus tidur sehari-hari. 
Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention) Amerika Serikat, kebutuhan tidur bisa dibedakan berdasarkan usia seperti berikut ini:
  • Bayi baru lahir: 16 – 18 jam.
  • Anak-anak: 10 – 12 jam.
  • Remaja: 9 – 10 jam.
  • Dewasa: 7 – 8 jam.
Akan tetapi, durasi tidur di atas bisa berubah bila, misalnya, seseorang banyak mengonsumsi alkohol atau obat penenang, sedang stres atau sedang sakit sehingga jumlah waktu tidur yang dihabiskan cenderung lebih banyak. 
Namun, saat kondisi tubuh baik-baik saja, tidur lebih dari 7 – 9 jam termasuk ke dalam kategori kelebihan tidur. Hal ini akan mendatangkan berbagai risiko seperti berikut ini:
  • Meningkatnya risiko terkena diabetes.
  • Meningkatnya risiko mengalami obesitas dalam waktu 6 tahun ke depan sekalipun ia rutin berolahraga dan memakan makanan sehat.
  • Mengalami sakit kepala karena adanya gangguan pada serotonin dalam otak yang membuat sakit kepala, terutama jika tidur hingga siang hari.
  • Sakit punggung karena posisi tidur yang sama dalam waktu yang terlalu lama.
  • Memperburuk depresi sebab gangguan jiwa ini membutuhkan perawatan berupa waktu tidur yang lebih teratur dengan jam tidur yang sehat. Sebaliknya, terlalu banyak tidur akan memperburuk depresi.
  • Wanita yang tidur selama 9 – 11 jam setiap malam lebih berisiko terkena penyakit jantung.
  • Tingginya risiko kematian dini dibandingkan orang yang tidur selama 7 – 8 jam per hari. 
Apabila Anda mengalami masalah kelebihan tidur, Anda harus melakukan perubahan gaya hidup, seperti mengurangi konsumsi hal-hal yang membuat waktu tidur menjadi tidak terkendali hingga mencari tahu adanya kondisi medis. 
Tips lainnya adalah mengatur jam tidur menjadi teratur setiap malam dan bangun pagi di jam yang sama setiap harinya. Hindari konsumi kafein yang terlalu banyak diimbangi olahraga teratur dan menciptakan suasana tidur yang nyaman. (PA)

Ditinjau oleh dr. Putri Intan Primasari


Selasa, 02 Desember 2014

Sejarah Tadwin (Penghimpunan) Hadits


Memasuki abad ke-3 H, para ulama mulai memilah hadis-hadis sahih dan menyusunnya ke dalam berbagai topik.

Memasuki abad ke-8 M, satu per satu penghafal hadis meninggal dunia. Meluasnya daerah kekuasaan Islam juga membuat para penghafal hadis terpencar-pencar ke berbagai wilayah. Di tengah kondisi itu, upaya pemalsuan hadis demi memuluskan berbagai kepentingan merajalela.

Kondisi itu mengundang keprihatinan Umar bin Abdul Aziz (628-720 M), Khalifah  Dinasti Umayyah kedelapan yang berkuasa pada 717-720 M.  Guna mencegah punahnya hadis, Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pembukuan hadis-hadis yang dikuasai para penghafal. Gagasan pembukuan hadis itu pun mendapat dukungan dari para ulama di zaman itu.

Sang Khalifah yang dikenal jujur dan adil itu segera memerintahkan Gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm (wafat 117 H) untuk mengumpulkan hadis dari para penghafal yang ada di tanah suci kedua bagi umat Islam itu. Saat itu, di Madinah terdapat dua ulama besar penghafal hadis, yakni Amrah binti Abdurrahman dan Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Siddiq.

‘’Kedua ulama besar itu paling banyak menerima hadis dan paling dipercaya dalam meriwayatkan hadis dari Aisyah binti Abu Bakar,’’ tulis Ensiklopedi Islam. Selain itu,  Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga memerintahkan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (wafat 124 H) untuk menghimpun hadis yang dikuasai oleh para ulama di Hijaz dan Suriah.

Sejarah peradaban Islam mencatat Az-Zuhri sebagai ulama agung dari kelompong tabiin pertama yang membukukan hadis.  Memasuki abad ke-2 H atau abad ke- 8 M, upaya  pengumpulan, penulisan, serta pembukuan hadis dilakukan secara besar-besaran. 

Para ulama penghafal hadis mencurahkan perhatian mereka untuk menyelamatkan ‘’sabda Rasulullah SAW’’ yang menjadi pedoman kedua bagi umat Islam, setelah Alquran. Ulama diberbagai kota peradaban Islam telah memberi kontribusi yang besar bagi pengumpulan, penulisan, dan pembukuan buku di abad ke-2 H.

Di kota Makkah, ulama yang getol dan fokus menyelamatkan hadis adalah Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Pembukuan hadis di kota Madinah dilakukan oleh Malik bin Anas atau Imam malik dan Muhammad bin Ishak. Kegiatan serupa juga dilakukan ulama di kota-kota peradaban Islam seperti; Basrah, Yaman, Kufah, Suriah,  Khurasan dan Rayy (Iran), serta Mesir.

Upaya pengumpulan, penulisan, dan pembukuan hadis pada masa itu belum sesuai harapan. Pada masa itu, masih terjadi percampuran antara sabda Rasulullah SAW dengan fatwa sahabat dan tabiin. Hal itu tampak pada kitab Al-Muwatta  yang disusun oleh Imam Malik.

Pada zaman itu, isi kitab hadis terbilang amat beragam.  Sehingga, ada  ulama yang menggolongkannya sebagai al-musnad, yakni kitab hadis yang disusun  berdasarkan urutan nama sahabat yang menerima hadis dari Rasulullah SAW.

Selain itu, ada pula yang memasukan pada kategori al-jami,  yakni kitab hadis yang memuat delapan pokok masalah, yakitu akidah, hukum, tafsir, etika makan-minum, tarikh, sejarah kehidupan Nabi SAW, akhlak, serta perbuatan baik dan tercela.

Ada pula yang menggolongkan kitab hadisnya sebagai al-mu’jam, yakni  kitab yang memuat hadis menurut nama sahabat, guru, kabilah,  atau tempat hadis itu didapatkan; yang diurutkan secara alfabetis.

Berbagai upaya dilakukan para ulama periode berikutnya. Para tabiin dan generasi sesudah tabiin mencoba memisahkan antara sabda Rasulullah SAW dengan fatwa para sahabat dan tabiin. Para ulama pun menuliskan  hadis yang termasuk sabda Rasulullah lengkap dengan sanadnya atau dikenal sebagai al-musnad.

Ulama yang generasi pertama yang menulis al-musnad adalah Abu Dawud Sulaiman Al- Tayasili (133-203 H).  Setelah itu, ulama generasi berikutnya juga menulis al-musnad. Salah seorang ulama terkemuka yang menulis kitab hadis itu adalah Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali. Kitab hadisnya dikenal sebagai  Musnad al-Imam Ahmad Ibnu Hanbal.

Meski telah memisahkan antara hadis sabda Rasulullah SAW dengan fatwa sahabat dan tabiin, al-musnad dianggap masih memiliki kekurangan, karena masih mencampurkan hadis sahih, hasan, daif, bahkan hadis palsu alias maudhu.

Memasuki abad ke-3 H, para ulama mulai memilah hadis-hadis sahih dan menyusunnya ke dalam berbagai topik. Abad ini disebut sejarah islam sebagai era tadwin atau pembukuan Alquran. Pada masa ini, muncul ulama-ulama ahli hadis yang membukukan sabda Rasulullah SAW secara sistematis.

Para ulama hadis yang muncul di abad pembukuan hadis itu antara lain;  Imam  Bukhari menyusun Sahih al-Bukhari; Imam Muslim menyusun Sahih Muslim; Abu Dawud menyusun kitab Sunan Abi Dawud; Imam Abu Isa Muhammad At-Tirmizi menyusun kitab Sunan at-Tirmizi;  Imam An-Nasai menyusun kitab Sunan An-Nasai dan Ibnu Majah atau Muhammad bin Yazid ar-Rabai al-Qazwini. Keenam kitab hadis ini kemudian dikenal dengan sebutan al-Kutub as-Sittah  atau kitab hadis yang enam.

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam menetapkan kitab hadis ketujuh setelah jajaran al-Kutub as-Sittah.  Sebagian ulama berpendapat, kitab yang ketujuh itu adalah Sunan Ibnu Hibban karya Ibnu Hibban al-Busti (270-354 H). Ulama lainnya menempatkan al-Muwatta karya Imam Malik sebagai kitab hadis ketujuh.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger