Rabu, 25 April 2012

Mencoba Melakukan Tindak Pidana

Percobaan melakukan tindak pidana diancam dengan pidana jika telah memenuhi sejumlah persyaratan tertentu. Berdasarkan arti kata yang kita pakai sehari-hari, percobaan itu diartikan sebagai menuju sesuatu yang ingin dicapai, tetapi tidak sampai kepada yang dituju itu.
Percobaan melakukan kejahatan diatur dalam Buku I tentang Aturan Umum, Bab IV Pasal 53 dan 54 KUHP.

Pasal 53 KUHP hanya menentukan bila (kapan) percobaan melakukan kejahatan itu terjadi atau dengan kata lain Pasal 53 KUHP hanya menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang pelaku dapat dihukum karena bersalah telah melakukan suatu percobaan. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :

a.       Adanya niat/kehendak dari pelaku
b.      Adanya permulaan pelaksanaan dari niat/kehendak itu
c.       Pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari pelaku.

Atau didalam bahasa yang lebih mudah untuk dipahami bahwa Syarat yang harus dipenuhi agar percobaan kejahatan itu dapat dihukum adalah sebagai berikut :

a.         Niat  untuk berbuat kejahatan sudah ada, artinya orang sudah mempunyai pikiran untuk berbuat jahat yang meliputi sifat sengaja (dolus)
b.         Orang sudah mulai berbuat kejahatan, maksudnya orang itu bukan hanya baru berpikir, tetapi harus sudah mulai bertindak
c.         Perbuatan kejahatan itu tidak sampai selesai, karena terhalang sebab-sebab yang timbul kemudian tidak selesai, maksudnya tidak semua unsur-unsur kejahatan itu dipenuhi.

Perbuatan pelaksanaan atau persiapan

Sangat penting menetapkan apakah sesuatu perbuatan benar-benar merupakan perbuatan permulaan pelaksanaan ataukah baru merupakan perbuatan persiapan saja. Perbuatan persiapan adalah segala perbuatan yang mendahului perbuatan permulaan pelaksanaan, misalnya membeli senjata yang akan dipakai membunuh orang. Perbuatan-perbuatan persiapan tidak termasuk perbuatan pidana.
Perbuatan pelaksanaan dibedakan dari persiapan. Jika masih merupakan perbuatan persiapan tidak dipidana, tetapi bila telah ada perbuatan pelaksanaan dapat dipidana.
Agar keduanya tidak dianggap sama, maka dapat dipisahkan dan dibedakan melalui ajaran percobaan yang subyektif dan obyektif.
           1.    Secara subyektif, tidak ada keragu-raguan lagi bahwa pembuat memang bermaksud akan melakukan tindak pidana tersebut.
            2.      Secara obyektif, apa yang telah diperbuat harus mendekat kepada delik yang dituju. Dengan kata lain, mampu atau mengandung potensi untuk mewujudkan tindak pidana itu.
Pada umumnya dapat dikatakan, perbuatan itu sudah boleh dikatakan sebagai perbuatan pelaksanaan apabila orang telah mulai melakukan suatu anasir atau elemen dari peristiwa pidana. Jika orang belum mulai dengan melakukan suatu anasir atau elemen ini, perbuatannya masih harus dipandang sebagai perbuatan persiapan.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger